Dipojok warung kopi tepat dibawah rerimbunan pohon bambu yang
rindang, gemericik air sungai yang menambah suasana terasa begitu damai, datang
sosok yang tak asing lagi di mata Sri. Siapa lagi kalau bukan teman
seperjuangannya kala duduk di bangku kuliah dulu “ Kopi Sri” rekues Siwa
dengan tampang wajah galaunya. Tak selang beberapa lama Sri datang dengan secangkir
kopinya dan duduk persisi di depan Siwa yang lagi galau. “ Lo kenapa sih Wa?
Wajah ditekuk mulu, masalah sekolah lagi ?” Sri menebak-nebak, karena hal
itulah yang sering membuat sahabatnya yang satu ini sering marang-marah gak
jelaas. Aaaaaaah aku lagi benar2 galau setadium 4 Sri, aku kecewa aku marah.
Marah pada diri sendiri yang tek berdaya dengan tatanan yang sedemkian rapi itu,
rasanya aku mau berhenti saja jadi guru di sekolah formal itu Sri.
He Wa,
emang ada apa dengan sekolah mu sampai-sampai lo harus berhenti jadi guru?
Taukah kau
Sri betapa tertekannya aku, saat pendidikan yang hari ini aku lakukan tidak
bisa menjadi warna bagi kehidupan. Dan kalaupun hendak ku tumpahkan warna-warna
itu, warna itu mental oleh segala tatanan EDAN.
Wa, bagaimana
mungkin pendidikan tidak bisa menjadi warna??? ( tanya siwa keheranan dengan cara
pandang temanya ini)
Bagaimana
bisa jadi warna saat semua pelajaran dipukul rata, bagaimna bisa jadi warna
jika out put yang dihasilkan hanya untuk menjadi generasi buruh, lebih parahnya aku telah jadi penjahat
Sri, penjahat pada sosok anak yang aku paksa untuk membaca untuk belajar dan
mengerjakan pelajaran ini dan itu.
Wa, bukankah
kau pernah bilang bahwa yang terpenting adalah nilai,bertahanlah disekolah
untuk menyebarkan nilai-nilai humanitas itu, karena dengan nilai-nilai itu
pendidikan kita bisa menjadi warana.
Ah kau tak
tau Sri................... ( Siwa terdiam lama, matanya menerawang nan jauh diujung cakrawala
)...... Pendidikan kita hari ini bukan pemarna tapi yang diwarna, pendidikan
kita diwarnai oleh dunia, bukan dunia yang diwarnai pendidikan. Apa kau mau
bukti????? Sri tak menjawab pertanyaan
Siwa, Sri hanya terdiam dan mencoba menjadi teman yang selalu setia menjadi
pendengar Siwa.
Pendidikan
kita diwarnai oleh segala kepentingan politik penguasa Sri.. aaaaaaaaaaaah bisa
gila aku ... kau tau berapa biaya yang harus dikeluarkan saat pendidikan gonta –ganti
kurikulum?.. belum lagi isi dari kurikulum yang sedemikian rancu dan tak riel. Belum
lagi isi materi pembelajaran yang sedemikian saklek dengan muatan-muatan
teoritis.....trus mau jadi apa pendidikan dan generasi bangsa ku ini!!
Wa, kau
sering bilangkan dalam perjuangan ini siapa yang bertahan dia yang akan menang!
Tapi ini
beda Sri, aku merasa jika aku bertahan aku yang akan menjadi sampah, aku akan
hidup dalam kesia-siaan. Lihat saja 20 th aku mengapdi dan berusaha merubah ini
semua tapi apa yang terjadi??? Tidak banyak yang berubah dari lembaga
pendidikan ku, lembaga pendidikan ku masih saja menjadai lembaga penipu. Akankah
diusiaku yang mulai renta aku masih harus bertahan?lalu bagaimana dengan
impian-impian gilaku lainnya???? Batin ku tersiksa Sri saat tubuhku tak kuasa
melakukan apa yang menjadi mauku, akupun merasa berdosa dengan jutaan manusia
yang anak-anaknya terjebak segala kasus kriminalitas, aku mersa berdosa atas
segala penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai kultur bangsa ku yg dihasilkan
dari pendidikan dan aku sosok manusia yang menjadi bagian dari padanya.
Siwa memejamkan matanya, dia terlihat
menahan rasa sakit yang mendera batinnya sekian lama. Sekuat apapun dia menahan
lara dan air mata, akhirnya air mata pilu atas siksaan batinnya menetes juga.
Baik lah
Wa, aku mengerti sekarang! Berhentilah jika kau memang harus berhenti, wujudkan
mimpi mu di tempat yang lain, dengan caramu dan kemampuan mu, karena hanya
dengan kemandirian kau bisa melakukan semuanya itu. Tidak akan lagi ada orang
yang memarahimu saat kau ingin menyampaikan apapun, tidak ada lagi guru yang
marah pada mu saat murid-muridnya kau ajak ke sungai ataupun sawah ladang dan
yang pasti tak akanada lagi perintah-perintah untuk membuat segala perencanaan
pembelajaran yang katamu tak jelas itu.
Terimakasih
Sri,,,, aku akan menunjukkan pada mu dan Dunia Sri bahwa pendidikan itu adalah
warna, pendidikan yang akan mewarnai pedesaan dengan generasi-generasi yang tak
jaim ke sawah, pendidikan yang akan mewarnai perkotaan dengan generasi yang
produktif kreatif di atas kemandiriannya, pendidikan yang akan mewarnai
generasi bangsa untuk cinta tanah airnya dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaanya.
Batuaji Desa Tercinta Ku
02 Desember 2013
0 komentar:
Posting Komentar