Minggu, 06 Oktober 2013



Sebut saja namanya cenderawasih , tumbuh menjadi gadis yang sudah melalui berbagai liku2 kehidupan. hidup bersama seorang wanita luar biasa yang telah melahirkan dirinya. suatu ketika cenderawasih jatuh sakit, sakit yang amat sakit. kakinya sulit degerakkan, begitu ngilu disekujur kakinya. dia mulai merintih saat ia ingin berjalan " bunda cendera mau bangun, aku harus liat tanaman yang kemarin sempat kita tanam".
jangan dulu naak... hari ini kita kedokter berobat agar kaki mu lekas sembuh sahut bunda. heeem sejak kapan bun dokter bisa menyembuhkan penyakit manusia???? kenapa harus dia yang menjadi tuhan dalam setiap kesakitan manusia??? bukankah kata orang negeri kita ini negeri yang subur!!! sudahlah buuun... jangan khawatir saat aku membunuh dokter dalam benakku saat itu pula alam memberiku berbagai obat di tanah yang kupijak ini senyum cendera dalam setiap ucapannya.

baiklah nak sekarng kau mau apa?? cendera mau pelukan bunda ( dia menjawab dengan penuh manja) dipeluklah ia oleh bundanya dengan penuh cinta. kemudian cendera berbisik, taukah kau siapa wanita yang paling bahagia dihidup ini??? bundapun blm menjawab cendera sudah menjawabnya " dia adalah AKU, aku cenderawasih yang dilahirkan dr rahim seorang wanita mulia yang dengan segala kesabarannya mendamping i hidup ku". bundapun meneteskan air mata, terharu dengan ucapan anaknya. sudahlah cendera kau mulai merayu bunda mu, bunda tau pasti ada yang kau mau, apa nak yang kau mau???
bunda cendera minta restu dan doa mu, izinkan cendera membunuh tuhan-tuhan tak jelas itu. izinkan cendera membunuh tuhan-tuhan kapitalisme, ijinkan cendera membunuh tuhan-tuhan metrialisme itu, ijinkan cendera membunuh tuhan-tuhan pendidikan yang terus merongrongi kehidupan ini, sampai takkan pernah ada ketakutan-ketakutan anak-anak kita bumi pertiwi ini .
dengan lembut bunda mengelus rambut cendera sesekali mengecup keningnya, lakukan apa yang menurutmu benar nak, namun bunda mu ini berpesan " bunuh mereka dengan pedang pendidikan ".

The end....
cerita ini diadopsi dr diskusi bersama Amix Bin Malek sekitar 3 thn yang lalu
Next
Posting Lebih Baru
Previous
This is the last post.

0 komentar:

Posting Komentar