Jumat, 01 November 2013


Berbagai problematika desa yang bergejolak, mulai anak-anak yang tak mampu sekolah, petani yang merugi akibat permainan tengkulak-tengkulak yang tak berbudi sampai pada beberapa jompo yang tak memiliki gubug sekedar untuk berteduh. Kondisi ini membuat Walang muak, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi jauh, jauh dari desanya menuju sebuah perguruan tinggi ternama di negeri Kayangan, sebuah Negeri yang terkenal dengan kualitas pendidikan yang konon bermutu tinggi. Dia tata niatnya baik-bik, dicatatnya dalam hatinya terdalam bahwa ia akan belajar sebaik-baiknya untuk kemudian pulang ke tanah kelahirannya dengan menggendong sejuta solusi kongkrit untuk mengentaskan masyarakat dari lilitan kehidupan yang menjerat ulu nadi kehiduan mereka.
            Sampai tiba masa dimana Wayang di negeri Kayangan, sungguh betapa takjubnya Walang melihat Negeri itu, sebuah negeri dengan sejuta gedung yang menjulang langit, sebuah negeri yang dihuni manusia-manusia yang berjalan cepat dan pasti tanpa peduli kanan kiri meski sekedar untuk tersenyum apalagi menyapa “ wau negeri apa ini Tuhan! Sungguh luar biasa, akan ku pastikan aku adalah orang yang akan berhasil, dan Negeri ini adalah saksi bahwa aku telah menapaki satu jalan yang akan mengantarkan ku kesana”ungkapan Walang dalam hati, sembari mengumbar senyumnya berharap ada orang yang membalas hal yang sama, namun sayang tak ada satupun orang peduli dengannya, dan akhirnya dia cengngingiran sendiri. “wah apa negeri ini manusianya gak bisa tersenyum ramah ya!”. Wayang bergeming dalam hati.
            Langkahnya pasti menuju alamat yang tercantum diselembar kertas kecil yang dipegangnya, universitas Harapan Bangsa Jl. Ki Hajar NO 13. Beberapa dokumen telah dirampungkannya, tahapan demi tahapan tes pada hari-hari berikutnya dia jalani dengan penuh semangat yang menggebu-gebu bak prajurit yang hendak mengibarkan sang saka merah putih dihari kemenangan. Hari demi hari berlalu dengan berbagai proses akademik yang menguras waktu dan tenaga, namun Walang masih pada komitmennya untuk belajar yang sesungguh-sungguhnya. Perkuliahan demi perkuliahan dia ikuti, setiap pelajaran yang masuk dari telinganya selalu ia coba mengintegrasikan dengan kondsi riil di desanya, sekalipun kadang dia menemukan hal-hal yang tidak realis namun dia terus mencoba menelisik kedalam dan terus berusaha mengintegrasikan pada ranah-ranah praktik.
            Semester demi semester berlalu, hingga pada penghujung waktu tiba dimana Walang beserta teman-teman seangkatannya diwisuda. Rangkaian prosesi wisuda berjalan dengan penuh hikmat, sampai pada beberapa pose narsis pun tak luput dihari bersejarah itu. Di depan gedung itu, tiba-tiba Walang naik disamping tiang bendera yang memang didesain lebih tinggi, dia berteriak memanggil kawan-kawannya sambil memegang selembar kertas ditangan kanannya “ Wahai teman-teman ku, selamat selamat atas kesuksesan kita semua. Dan hari ini adalah hari sejarah bagi kita semua, khususnya bagi ku, SAKSIKANLAH!” ( Kemudian Walang mengangkat selembar kertas yang ternyata itu adalah ijasahnya, kemudian korek api di tangan kirinya dalam hitungan detik api itu membakar habis selembar kertas yang bagi sebagian orang sebagai kertas ajaib) semua tertegun diam melihat pemandangan tersebut. “ teman-teman tanpa mengurangi rasa hormat ku terhadap almamater tercinta, aku membakar ijasahku, aku hanya ingin memenuhi janji ku untuk belajar yang sungguh-sungguh dan aku ingin menghilangkan ketergantungan ku terhadap ijasah, dan akan ku pastikan aku akan menjadi orang yang sukses”.
***
            Dipenuhinya janjinya, Walang kembali ke kampung halaman sekalipun dengan jalan tertatih.Bukan hal yang mudah menjadi manusia pembelajar yang sesungguhnya, juga bukan hal yang mudah bagi Walang mewujudkan mimpi-mimpinya. Namun Walang bertahan, karena  jalan terjal yang ia tapaiki justru membuatnya kian teguh dalam melalui jalan demi jalan berikutnya. “ Tuhan, kau beri kemudahan bagi para koruptor,bagi para penjilat uang rakyat, kenap untukk ku tidak?”. Protes Wayang, dalam peraduan di malam bulan purnama yang begitu menawan, “jika keadilan itu ada, maka beri aku keadilan Tuhan, aku masih bertahan dengan kerikil-kerikil tajam yang kau bentangkan dlm perjalanan ku dan aku akan bertahan “.
Keteguhannya membuahkan hasil, terdapat beberapa peternakan mulai kambing, sapi dan jenis unggas lainnya di sekitar rumahnya. Beberapa peternakan kambing dan sapi berada dirumah tetangga-tetangganya, sebagai wujud pemberdayaan masyarakat di desanya. Anak-anak para petanipun mulai sibuk dengan aktifitas belajar di sudut-sudut desa, ya memang anak-anak desa itu memang tidak pergi ke sekolah, mereka tidak bersepatu apalagi berseragam, namun mereka belajar bahkan tidak sekedar belajar tapi mereka juga berkarya. Suatu desain pembelajaran bagi masyarakat yang dikemas sedemikian rupa oleh Walang, dia ciptakan pendidikan didesanya yang terbuka.
Suatu saat ada salah seorang teman yang nongkrong bareng Walang, “ He Kang, kenapa sih kamu dulu pakek buat sensasi bakar ijasah segala?” tanya seorang kawan Walang disela-sela obrolan bersama secangkir kopi. Walang pun menjawab dengan menebar senyum “Aku Cuma ingin tidak tergantung pada ijasah, dan entah kenapa pada saat itu aku teringat sosok panglima perang Thariq Bin Ziyad yang luar biasa, dia adalah seorang jendral dari dinasti Umayyah yang memimpin penaklukan muslim atas wilayah Al-Andalus, dalam peperangan itu beliau memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk membakar semua kapal, dan dia sampaikan pidato kepada seluruh pasukannya: Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian”.

Sejenak mereka berdua terdiam, kemudian tak selang beberapa lama Walang melanjukan ceritanya “perang itu akhirnya menang, dan itu yang menginspirasi ku bagaimana aku bisa menjadi menusia yang sukses tanpa bergantung dengan apapun termasuk ijasah”.  Walang menatap tajam teman yang ada disampingnya itu, seolah ingin mengungkapkan seluruh gejolak dalam hatinya,namun dia hanya terdia.Matanya menyiratkan cahaya yang begitu memendam berbagai gejolak, sebuah tepukan dilayangkan Wayang di bahu temannya itu dengan senyuman yang mendamaikan “ Hidup adalah pilihan kawan, terserah kau mau ambil jalan yang mana, tak harus seperti ku. Tapi yang pasti kemandirian dalam diri mu itu yang harus kau pegang”.
Malang, 31 Oktober 2013
22.00 WIB
Cerita ini Terispirasi dr dosen yang baik hati Dr. Agos Mulyono
Dan naskah pidato sang panglima yang luar biasa aku kutib juga dari tulisan beliau
Barokalloh

1 komentar:

  1. wah... bermanfaat sekali tulisan ini...
    siap....

    visit me ya... http://ngeblok-asyik.blogspot.com/

    BalasHapus