Berbagai problematika
desa yang bergejolak, mulai anak-anak yang tak mampu sekolah, petani yang merugi
akibat permainan tengkulak-tengkulak yang tak berbudi sampai pada beberapa
jompo yang tak memiliki gubug sekedar untuk berteduh. Kondisi ini membuat
Walang muak, hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi jauh, jauh dari desanya
menuju sebuah perguruan tinggi ternama di negeri Kayangan, sebuah Negeri yang
terkenal dengan kualitas pendidikan yang konon bermutu tinggi. Dia tata niatnya
baik-bik, dicatatnya dalam hatinya terdalam bahwa ia akan belajar
sebaik-baiknya untuk kemudian pulang ke tanah kelahirannya dengan menggendong
sejuta solusi kongkrit untuk mengentaskan masyarakat dari lilitan kehidupan
yang menjerat ulu nadi kehiduan mereka.
Sampai tiba masa dimana Wayang di negeri Kayangan,
sungguh betapa takjubnya Walang melihat Negeri itu, sebuah negeri dengan sejuta
gedung yang menjulang langit, sebuah negeri yang dihuni manusia-manusia yang
berjalan cepat dan pasti tanpa peduli kanan kiri meski sekedar untuk tersenyum
apalagi menyapa “ wau negeri apa ini
Tuhan! Sungguh luar biasa, akan ku pastikan aku adalah orang yang akan
berhasil, dan Negeri ini adalah saksi bahwa aku telah menapaki satu jalan yang
akan mengantarkan ku kesana”ungkapan Walang dalam hati, sembari mengumbar
senyumnya berharap ada orang yang membalas hal yang sama, namun sayang tak ada
satupun orang peduli dengannya, dan akhirnya dia cengngingiran sendiri. “wah apa negeri ini manusianya gak bisa
tersenyum ramah ya!”. Wayang bergeming dalam hati.
Langkahnya pasti menuju alamat yang tercantum diselembar
kertas kecil yang dipegangnya, universitas Harapan Bangsa Jl. Ki Hajar NO 13.
Beberapa dokumen telah dirampungkannya, tahapan demi tahapan tes pada hari-hari
berikutnya dia jalani dengan penuh semangat yang menggebu-gebu bak prajurit
yang hendak mengibarkan sang saka merah putih dihari kemenangan. Hari demi hari
berlalu dengan berbagai proses akademik yang menguras waktu dan tenaga, namun
Walang masih pada komitmennya untuk belajar yang sesungguh-sungguhnya.
Perkuliahan demi perkuliahan dia ikuti, setiap pelajaran yang masuk dari
telinganya selalu ia coba mengintegrasikan dengan kondsi riil di desanya,
sekalipun kadang dia menemukan hal-hal yang tidak realis namun dia terus
mencoba menelisik kedalam dan terus berusaha mengintegrasikan pada ranah-ranah
praktik.
Semester demi semester berlalu, hingga pada penghujung
waktu tiba dimana Walang beserta teman-teman seangkatannya diwisuda. Rangkaian prosesi
wisuda berjalan dengan penuh hikmat, sampai pada beberapa pose narsis pun tak
luput dihari bersejarah itu. Di depan gedung itu, tiba-tiba Walang naik
disamping tiang bendera yang memang didesain lebih tinggi, dia berteriak
memanggil kawan-kawannya sambil memegang selembar kertas ditangan kanannya “ Wahai teman-teman ku, selamat selamat atas
kesuksesan kita semua. Dan hari ini adalah hari sejarah bagi kita semua,
khususnya bagi ku, SAKSIKANLAH!” ( Kemudian Walang mengangkat selembar
kertas yang ternyata itu adalah ijasahnya, kemudian korek api di tangan kirinya
dalam hitungan detik api itu membakar habis selembar kertas yang bagi sebagian
orang sebagai kertas ajaib) semua tertegun diam melihat pemandangan tersebut. “
teman-teman tanpa mengurangi rasa hormat
ku terhadap almamater tercinta, aku membakar ijasahku, aku hanya ingin memenuhi
janji ku untuk belajar yang sungguh-sungguh dan aku ingin menghilangkan
ketergantungan ku terhadap ijasah, dan akan ku pastikan aku akan menjadi orang
yang sukses”.
***
Dipenuhinya janjinya, Walang kembali ke kampung halaman sekalipun
dengan jalan tertatih.Bukan hal yang mudah menjadi manusia pembelajar yang
sesungguhnya, juga bukan hal yang mudah bagi Walang mewujudkan mimpi-mimpinya.
Namun Walang bertahan, karena jalan
terjal yang ia tapaiki justru membuatnya kian teguh dalam melalui jalan demi
jalan berikutnya. “ Tuhan, kau beri
kemudahan bagi para koruptor,bagi para penjilat uang rakyat, kenap untukk ku
tidak?”. Protes Wayang, dalam peraduan di malam bulan purnama yang begitu
menawan, “jika keadilan itu ada, maka
beri aku keadilan Tuhan, aku masih bertahan dengan kerikil-kerikil tajam yang
kau bentangkan dlm perjalanan ku dan aku akan bertahan “.
Keteguhannya
membuahkan hasil, terdapat beberapa peternakan mulai kambing, sapi dan jenis unggas
lainnya di sekitar rumahnya. Beberapa peternakan kambing dan sapi berada
dirumah tetangga-tetangganya, sebagai wujud pemberdayaan masyarakat di desanya.
Anak-anak para petanipun mulai sibuk dengan aktifitas belajar di sudut-sudut
desa, ya memang anak-anak desa itu memang tidak pergi ke sekolah, mereka tidak
bersepatu apalagi berseragam, namun mereka belajar bahkan tidak sekedar belajar
tapi mereka juga berkarya. Suatu desain pembelajaran bagi masyarakat yang
dikemas sedemikian rupa oleh Walang, dia ciptakan pendidikan didesanya yang
terbuka.
Suatu
saat ada salah seorang teman yang nongkrong bareng Walang, “ He Kang, kenapa sih kamu dulu pakek buat
sensasi bakar ijasah segala?” tanya seorang kawan Walang disela-sela
obrolan bersama secangkir kopi. Walang pun menjawab dengan menebar senyum “Aku Cuma ingin tidak tergantung pada ijasah,
dan entah kenapa pada saat itu aku teringat sosok panglima perang Thariq Bin Ziyad yang luar biasa, dia adalah
seorang jendral dari dinasti Umayyah yang memimpin penaklukan muslim atas
wilayah Al-Andalus, dalam peperangan itu beliau memerintahkan kepada seluruh
pasukannya untuk membakar semua kapal, dan dia sampaikan pidato kepada seluruh
pasukannya: Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di
belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi
Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di
pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan
orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata
mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan
selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang
kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian
masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya
nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan
berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa
kalian”.
Sejenak
mereka berdua terdiam, kemudian tak selang beberapa lama Walang melanjukan
ceritanya “perang itu akhirnya menang,
dan itu yang menginspirasi ku bagaimana aku bisa menjadi menusia yang sukses
tanpa bergantung dengan apapun termasuk ijasah”. Walang menatap tajam teman yang ada
disampingnya itu, seolah ingin mengungkapkan seluruh gejolak dalam
hatinya,namun dia hanya terdia.Matanya menyiratkan cahaya yang begitu memendam
berbagai gejolak, sebuah tepukan dilayangkan Wayang di bahu temannya itu dengan
senyuman yang mendamaikan “ Hidup adalah
pilihan kawan, terserah kau mau ambil jalan yang mana, tak harus seperti ku. Tapi
yang pasti kemandirian dalam diri mu itu yang harus kau pegang”.
Malang,
31 Oktober 2013
22.00
WIB
Cerita ini Terispirasi dr dosen yang baik hati Dr. Agos Mulyono
Cerita ini Terispirasi dr dosen yang baik hati Dr. Agos Mulyono
Dan
naskah pidato sang panglima yang luar biasa aku kutib juga dari tulisan beliau
Barokalloh
wah... bermanfaat sekali tulisan ini...
BalasHapussiap....
visit me ya... http://ngeblok-asyik.blogspot.com/