Aku Hanya Ingin Memberi
Dia
sedang menggambar dengan selembar kertas gambar dihalaman terakhir pada buku
gambar ukuran A4, bermain dengan warna-warna cat menuangkan dalam setiap
goresan di atasnya. Dia begitu asyik menuangkan warna-warna cerah yang akan dia
pajang esok hari di papan kreasi yang ada disekolahnya. Tak ketinggalan sebaris
kata-kata ucapan dia tulis diata gambarnya seraya berharap kehidupan yang
senantiasa membawa berkah atas semuanya. Tak sabar dia menunggu hari esok, hari
dimana dia dengan semangat dan tulus memajang gambarnya.
Seet
gambar itu telah rampung di lem dan di pajang di dinding kreasi siswa,
senyumnya lebar penuh pengharapan kiraya gambar nya bisa menjadi doa sekaligus
membawa kegembiraan bagi teman-temannya. dia mundur selangkah dan membalikkan
badannya untuk pergi, satu langkah… dua langkah.. tiga langkah…. Empat langkah…..
weeeeeeeeeeeeeek! Dalam sekejap tangan itu merobek gambar yang baru saja
dipasangnya, dengan wajah bengis penuh amarah namun masih berusaha bersabar
menghadapi ulah si bocah kecil ini “ besok-besok
lagi jangan pernah kau ulang i !”. Sosok dewasa itu langsung
meninggalkannya, sedangkan sikecil dia masih syok dengan gambarnya yang dengan
susah payah dia buat lenyap begitu saja, dan sungguh betapa batinnya semakin
tergoncang mana kala segerombolan teman lainnya menghampiri dengan wajah yang
sungguh tak ramah “ hey, kamu itu
apa-apaan sok-sok an beri ucapan selamat atas perayaan agam orang! Gak pentes
tau”. Dia lari.. lari sekencang-kencangnya, iya gadis kecil itu lari, dia
lari meninggalkan manusia-manusia yang baginya asing bahkan menjadi monster
kala itu.
Dia
memeluk erat ibu, dia tumpahkan seluruh isak tangisnya, hanya menangis dan
menangis tanpa ada satu katapatahpun dari bibirnya. Ibunya bingung dan hanya
mampu mengusap rambutnya yang terurai, mengusapnya mencium keningnya dan
menghapus air mata anaknya. “ ada apa kau
ini nak, bukankah ini masih jam sekolah! Kenapa kau pulang sambil mengis”
dia masih terdiam dengan isak yang sudah tak mengeluarkan air mata. Dia melepaskan
pelukan ibunya, lalu beranjak menuju sebuah laci tak jauh dari mereka berada,
diambilnya sepucuk kertas yang bergambar-gambar hiasan dan ucapan yang indah,
dsodorkan kepad ibunya “ ibu…. Dari mana
kita dapatkan kartu ucapan hari raya ini? Eeehm itu dari saudara kita sayaaang…
ada apa kau menanyakannya? Ibu itu bingung dengan pertanyaan anaknya! ibu…..
semalam aku membuat lukisan dan kata-kata buat mereka yang hari ini merayakan
hari raya,aku hanya ingin memberikan sesuatu untuk orang lain ibu… tapi kenapa
mereka merobeknya? Kenapa mereka memarahi ku??? Apaka aku salah ibu…??? Si kecil
itu mulai mengis lagi teringat detik-detik terburuk yang baru saja dia lewati.
Ibunya
merangkul bahunya, mengelus dahinya menciumnya!
Kau tak salah anak ku, tapi mereka pun juga
tak salah
Engkau yang ingin berbagi dan memberi
sesuatu yang kau miliki untuk orang lain, agar orang lain mengerti bagaimana
kau menyayangi dan menghargai mereka!
Namun orang-orang yang tadi memarahi mu,
merekapun tak salaaah sayaaang
Karena merekapun tak mengerti apa yang ada
dalam dirimu
Mereka tidak mampu menafsirkan apa yang kau
lakukan
Meraka tidak salah, karena merekapun tengah
berjuang dalam mempertahankan sesuatu yang mereka yakini kebenerannya.
Ibu itu menghela napas panjaaaang…
dan masih dalam tangan yang mulai memeluk anaknya.
Ibu… mereka
melarangku elakukannya lagi… apakah ibu juga akan melarang ku? Ibu itu
tersenyum dengan pertanyaan anaknya….!
Kunci hidup utama adalah menghargai sayaang… bukan saling tuding menuding!
Lakukan semua yang menurutmu benar…
sebaik-baik penilaian adalah penilaian Tuhan. Biar Tuhan yang memberikan nilai,
kamu mau dapat bintang satu atau empat, biar Tuhan yang memberi mu nilai dan penghargaan
dengan permen atau coklat! J
Kediri, dipojok kamar didesa terpencil
Anak manusia yang lagi galau
Batuaji City 24 Desember 2013
23.35 WIB
;-( ;-( ;-( ;-(
BalasHapus