Selasa, 24 Desember 2013



Aku Hanya Ingin Memberi
                Dia sedang menggambar dengan selembar kertas gambar dihalaman terakhir pada buku gambar ukuran A4, bermain dengan warna-warna cat menuangkan dalam setiap goresan di atasnya. Dia begitu asyik menuangkan warna-warna cerah yang akan dia pajang esok hari di papan kreasi yang ada disekolahnya. Tak ketinggalan sebaris kata-kata ucapan dia tulis diata gambarnya seraya berharap kehidupan yang senantiasa membawa berkah atas semuanya. Tak sabar dia menunggu hari esok, hari dimana dia dengan semangat dan tulus memajang gambarnya.
                Seet gambar itu telah rampung di lem dan di pajang di dinding kreasi siswa, senyumnya lebar penuh pengharapan kiraya gambar nya bisa menjadi doa sekaligus membawa kegembiraan bagi teman-temannya. dia mundur selangkah dan membalikkan badannya untuk pergi, satu langkah… dua langkah.. tiga langkah…. Empat langkah….. weeeeeeeeeeeeeek! Dalam sekejap tangan itu merobek gambar yang baru saja dipasangnya, dengan wajah bengis penuh amarah namun masih berusaha bersabar menghadapi ulah si bocah kecil ini “ besok-besok lagi jangan pernah kau ulang i !”. Sosok dewasa itu langsung meninggalkannya, sedangkan sikecil dia masih syok dengan gambarnya yang dengan susah payah dia buat lenyap begitu saja, dan sungguh betapa batinnya semakin tergoncang mana kala segerombolan teman lainnya menghampiri dengan wajah yang sungguh tak ramah “ hey, kamu itu apa-apaan sok-sok an beri ucapan selamat atas perayaan agam orang! Gak pentes tau”. Dia lari.. lari sekencang-kencangnya, iya gadis kecil itu lari, dia lari meninggalkan manusia-manusia yang baginya asing bahkan menjadi monster kala itu.
                Dia memeluk erat ibu, dia tumpahkan seluruh isak tangisnya, hanya menangis dan menangis tanpa ada satu katapatahpun dari bibirnya. Ibunya bingung dan hanya mampu mengusap rambutnya yang terurai, mengusapnya mencium keningnya dan menghapus air mata anaknya. “ ada apa kau ini nak, bukankah ini masih jam sekolah! Kenapa kau pulang sambil mengis” dia masih terdiam dengan isak yang sudah tak mengeluarkan air mata. Dia melepaskan pelukan ibunya, lalu beranjak menuju sebuah laci tak jauh dari mereka berada, diambilnya sepucuk kertas yang bergambar-gambar hiasan dan ucapan yang indah, dsodorkan kepad ibunya “ ibu…. Dari mana kita dapatkan kartu ucapan hari raya ini? Eeehm itu dari saudara kita sayaaang… ada apa kau menanyakannya? Ibu itu bingung dengan pertanyaan anaknya!  ibu….. semalam aku membuat lukisan dan kata-kata buat mereka yang hari ini merayakan hari raya,aku hanya ingin memberikan sesuatu untuk orang lain ibu… tapi kenapa mereka merobeknya? Kenapa mereka memarahi ku??? Apaka aku salah ibu…??? Si kecil itu mulai mengis lagi teringat detik-detik terburuk yang baru saja dia lewati.
                Ibunya merangkul bahunya, mengelus dahinya menciumnya!
                Kau tak salah anak ku, tapi mereka pun juga tak salah
Engkau yang ingin berbagi dan memberi sesuatu yang kau miliki untuk orang lain, agar orang lain mengerti bagaimana kau menyayangi dan menghargai mereka!
Namun orang-orang yang tadi memarahi mu, merekapun tak salaaah sayaaang
Karena merekapun tak mengerti apa yang ada dalam dirimu
Mereka tidak mampu menafsirkan apa yang kau lakukan
Meraka tidak salah, karena merekapun tengah berjuang dalam mempertahankan sesuatu yang mereka yakini kebenerannya.
Ibu itu menghela napas panjaaaang… dan masih dalam tangan yang mulai memeluk anaknya.
                Ibu… mereka melarangku elakukannya lagi… apakah ibu juga akan melarang ku? Ibu itu tersenyum dengan pertanyaan anaknya….!
                Kunci hidup utama adalah menghargai sayaang… bukan saling tuding menuding! Lakukan semua yang menurutmu benar… sebaik-baik penilaian adalah penilaian Tuhan. Biar Tuhan yang memberikan nilai, kamu mau dapat bintang satu atau empat, biar Tuhan yang memberi mu nilai dan penghargaan dengan permen atau coklat! J
Kediri, dipojok kamar didesa terpencil
Anak manusia yang lagi galau
Batuaji City 24 Desember 2013
23.35 WIB
               

1 komentar: